5 Tokoh Diplomat Indonesia dalam Pengakuan Kemerdekaan Indonesia
Daftar Isi
Dengan menempuh jalur diplomasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), beberapa diplomat memperjuangkan agar Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan secara penuh dan menjadi negara yang merdeka seutuhnya. Berikut ini 5 tokoh Diplomat yang memperjuangkan pengakuan Kemerdekaan Indonesia.
1. Agus Salim
Source: www.tirto.id |
Peran pertama sebagai diplomat, Agus Salim dalam bidang diplomasi Indonesia dimulai saat ia menjadi delegasi pada perundingan pendahuluan di Jakarta. Perundingan ini dilaksanakan pada 23 Oktober 1945 untuk membahas konflik Indonesia – Belanda pada saat itu. Dalam perundingan ini Belanda menyatakan secara tegas bahwa Indonesia masih menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Namun, pernyataan tersebut dibantah Agus Salim. Ia mengatakan bahwa Belanda sudah kalah perang atas Jepang pada tahun 1942. Oleh karena itu, Belanda tidak lagi hubungan dalam hal hak berkuasa dan menjajah atas Indonesia.
Agus Salim juga ditunjuk dan bertanggung jawab dalam memimpin misi diplomatik Republik Indonesia untuk mengunjungi negara – negara Islam di Timur Tengah pada April 1947. Agus Salim ditugasi membawa misi diplomatik perjuangan Indonesia untuk mendapat pengakuan dari negara-negara lain. Berkat usaha yang gigih dan kepiawaian penguasaan bahasa Arab yang dimilikinya, Indonesia mendapat pengakuan berturut – turut dari Mesir (10 Juni 1947), Suriah (2 Juli 1947), Irak (16 Juli 1947), Afganistan (23 September 1947), dan Arab Saudi (21 November 1947).
Kecerdasan Agus Salim sebagai diplomat diuji saat delegasi Indonesia menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB di New York pada Agustus 1947. Salah satu agenda dalam sidang tersebut adalah membahas masalah Agresi Militer I Belanda atas Indonesia. Dalam sidang tersebut, masalah Agresi Militer Belanda atas Indonesia diperdebatkan oleh anggota PBB. Pada awalnya masalah tersebut ditanggapi cukup dingin oleh dunia internasional. Akan tetapi, berkat kepiawaian dan kemampuan Agus Salim dalam berpidato, pandangan dan tanggapan tentang masalah tersebut, negara – negara Barat, khususnya Amerika Serikat berubah. Negara – negara Barat menjadi bersimpati dan bersedia membantu sebagai penengah dalam perjuangan rakyat Indonesia dalam pengakuan kemerdekaan Indonesia secara penuh. Perubahaan sikap dunia ini merupakan hasil perjuangan diplomasi Agus Salim.
Agus Salim merupakan cendikiawan yang mempunyai tipe pejuang yang memiliki karakter pemimpin dan diplomasi kuat serta intelektual mempuni dalam jajak pendapat. Dengan bermodalkan kemampuan berdiskusi dalam setiap diplomasinya. Ia sanggup menarik simpati negara lain untuk membantu perjuangan kemerdekaan dan kepentingan bangsa Indonesia. Ia dapat mengalahkan lawan tanpa pihak lawan merasa dikalahkan, halus tapi tegas. Begitulah cara Agus Salim memberi jalan keluar. Ia tidak memberi solusi memecahkan masalah secara instan, datang begitu saja, tetapi mengajak berpikir dan mencari jalannya sendiri sesuai waktu dan tempatnya. Cukup sederhana tetapi dengan kesederhanaan seperti itu masalah – masalah yang rumit akan bisa terpecahkan dengan lebih mudah.
2. Sutan Sjahrir
Source: www.qureta.com |
Pada tanggal 14 November 1945 saat umurnya mencapai 36 tahun, Pada masa kepemimpinan Soekarno, Sutan Sjahrir diangkat menjadi Perdana Menteri. Selain itu, Sutan Sjahrir merangkap jabatan sebagai menteri Luar Negeri. Pada jabatan tersebut, Sutan Syahrir secara konsisten memperjuangkan pengakuan kedaulatan Indonesia dan mempertahankannya melalui jalur diplomasi.
Banyak tantangan yang didapat oleh Sutan Sjahrir , terutama saat Belanda melakukan agresi Militer yang pertama pada tanggal 21 Juli 1947. Meskipun tindakan Belanda terhadap Indonesia, Belanda mampu memblokade Indonesia dari dunia luar, Tapi Sutan Sjahrir mampu meloloskan diri ke luar negeri, lalu Sutan Sjahrir menghadiri Inter-Asia Relations Conference di New Delhi, India. Di sana Sutan Sjahrir berusaha dalam mengumpulkan para simpati negara-negara Asia supaya mendukung perjuangan bangsa Indonesia.
Pada bulan Agustus tahun 1947 Sutan Sjahrir yang ditunjuk oleh pemerintah Indonesia pada saat itu sebagai delegasi di sidang Dewan Keamanan di Lake Success, Amerika Serikat. Dia disana berpidato tentang masalah yang dihadapi Indonesia dengan Belanda secara sistematis dan jelas. Di Sidang tersebut Sutan Sjahrir beradu argumentasi dengan Menteri Luar Negeri Belanda, E.N. Van Kleffens.
Tindakan dari pihak Belanda tersebut dalam Agresi Militer yang kedua kembali mengantarkan Indonesia ke forum internasional dalam naungan Perserikatan-Perserikatan Bangsa (PBB). Walaupun Sutan Sjahrir tidak lagi menjabat menjadi perdana menteri, Sutan Sjahrir diberi tanggung jawab untuk menjadi perwakilan Indonesia di PBB. Di hadapan para perwakilan negara-negara di seluruh dunia, Sutan Sjahrir menjelaskan secara rinci bahwa Indonesia sudah berabad-abad dijajah oleh kaum kolonial. Selanjutnya, Setiap sidang PBB, Sutan Sjahrir mampu mematahkan argumentasi dari pihak Belanda. Berkat kemampuannya itu, Sutan Sjahrir, Indonesia mampu menunjukkan eksistensinya sebagai bangsa yang memperjuangkan kedaulatannya di dunia internasional.
3. Sumitro Djojohadikusumo
Source: www.tirto.id |
Ketika Indonesia merdeka, pada tanggal 17 Agustus 1945, Sumitro Djojohadikusumo masih di Belanda untuk menuntut ilmu. Beliau pernah terdaftar sebagai mahasiswa di Hogere Burger School (HBS) dan Netherlands School of Economics. Pada tanggal 17 Januari 1946, Sumitro Djojohadikusumo ada hasrat untuk kembali ke tanah air setelah adanya pembahasan konflik antara Indonesia dengan Belanda, pada sidang PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Dalam sidang tersebut ia membulatkan tekad untuk memperjuangkan kedaulatan Indonesia.
Keikutsertaan Sumitro Djojohadikusumo dalam misi memperjuangkan kedaulatan bangsa Indonesia, terlihat pada persidangan Dewan Keamanan Perserikatan bangsa-bangsa di Church House, London, 17 Januari 1946. Pada sidang tersebut, terdapat para diplomatik, seperti Sutan Sjahrir, Agus Salim, Charles Tambu, dan Soedjatmoko, beliau memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia sebagai negara yang merdeka. Hal itu membuat PBB mengeluarkan resolusi yaitu sebuah keputusan yang bulat agar dihentikan genjatan senjata antara Indonesia dengan Belanda, menyelesaikannya dengan jalan damai dan melalui perwasitan (arbitrase).
menindaklanjuti ajakan PBB dalam menyelesaikan konflik antara Indonesia dengan Belanda dengan cara damai. Menurut Sumitro Djojohadikusumo, Masalah tersebut bisa diselesaikan hanya dengan membentuk komisi untuk mengawasi pelaksanaan resolusi yang dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB. Masalah ini dibawa India dan Australia ke Dewan Keamanan PBB sebagai usulannya. Negara yang mendukung usulan tersebut antara lain, Amerika Serikat, Brazil, Kolombia, Polandia, Ukraina, dan Suriah. Pada prosesnya berjalan, Prancis mem-veto usulan ini, yang dianggap menguntungkan bagi Indonesia.
4. L.N. Palar
Source: www.today.line.me |
Saat Indonesia Merdeka, L.N. Palar masih ingin tinggal di Negeri Belanda dan belum terpikirkan untuk kembali ke tanah airnya. Saat belanda melakukan Agresi Militer pertamanya pada bulan Juli 1947, keyakinan L.N. Palar berubah dan memuncak. Dia merasa Belanda telah mengusik kedaulatan dari Indonesia yang sudah merdeka. Atas kejadian itu. L.N. Palar mengajak Belanda untuk menghentikan Agresi Militernya atas Indonesia. Sebagai bentuk protes itu, L.N. Palar mengundurkan diri dari partai SDAP.
L.N. Palar kembali ke Indonesia saat Belanda melakukan agresi militernya yang pertama, kedatangannya di Indonesia, L.N. Palar mendapatkan mandat dari pemerintah Indonesia. Tugas pertama di Indonesia pada saat itu di bidang diplomasi dihandle oleh L.N. Palar saat ia bersama Soedarsono dan A.A. Maramis mendirikan pemerintah Republik Indonesia pengasingan (Indonesia Government in Exile) yang bertempat di India. Pemerintahan di pengasingan ini harus mengambil tahap-tahap tentang politik luar negeri kalau Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi mengalami kegagalan dalam bekerja.
Pada saat belanda melakukan agresi militer yang kedua terhadap Indonesia pada tahun 1949, L.N. Palar terus melobi PBB untuk mengeluarkan resolusinya. Pada tanggal 22 November 1948, L.N. Palar menceritakan situasi yang dialami oleh bangsa Indonesia, terutama di Yogyakarta. Dalam pertemuan, di sidang dewan keamanan PBB, L.N. Palar menyampaikan pidato yang cukup emosional. Dalam pidato tersebut, L.N. Palar menyebut agresi militer yang dilakukan oleh Belanda merupakan peristiwa penyerangan jepang terhadap Pearl Harbor jilid kedua.
Keputusan bulat dari Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 Januari 1949, disusul terjadinya serangan umum yang dilakukan oleh pihak Belanda melalui aksi militernya, membuat Belanda menghentikannya. Setelah itu, dalam keadaan disudutkan Belanda bersedia menggelar perundingan dengan pihak Indonesia yang nantinya dikenal sebagai Konferensi Meja Bundar.
Apa yang diperbuat oleh L.N. Palar tersebut merupakan contoh keteladanan yang patut ditiru oleh generasi muda bangsa Indonesia. L.N. Palar telah menunjukkan komitmennya sebagai diplomat serta agen perubahan bangsa. Saat dipercaya sebagai orang yang diutus oleh pemerintah Indonesia dalam sidang-sidang PBB, L.N. Palar melaksanakan tugas yang diembanya dengan penuh tanggung jawab dan semangat. Dengan pengorbanan yang telah dilakukan oleh L.N. Nalar, ia memperjuangkan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan dari dunia internasional.
Demikian penjelasan 5 Tokoh Diplomat Indonesia dalam Pengakuan Kemerdekaan Indonesia. Semoga bermanfaat untuk kalian semua yang membaca postingan ini.
Referensi:
Rahata, Ringo. 2019. Perjuangan Pengakuan Kedaulatan NKRI. PT Maraga Borneo Tarigas. Singkawang.